Sejarah Desa Dermaji
Tidak ada sumber primer, baik prasasti ataupun naskah tertulis yang menjelaskan sejarah awal keberadaan Desa Dermaji. Sejarah Desa Dermaji hanya dipahami dari cerita lisan yang disampaikan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Dari cerita-cerita lisan itu diyakini bahwa Desa Dermaji termasuk salah satu desa yang keberadaanya sudah cukup tua. Desa Dermaji diperkirakan sudah ada pada masa-masa berdirinya Kerajaan Galuh, Jawa Barat pada abad ke – 6. Desa Dermaji masuk wilayah Kerajaan Galuh.
Karena masuk dalam wilayah Kerajaan Galuh yang berbudaya Sunda, kehidupan masyarakat Desa Dermaji pun juga tidak lepas dari pengaruh budaya Sunda itu. Pengaruh paling besar bisa dilihat dari bahasa yang dipakai warga Desa Dermaji. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Guru Besar Ilmu Linguistik Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Prof. Dr. Cece Sobarna, tahun 1989, disimpulkan bahwa bahasa Sunda pernah menjadi bahasa tutur masyarakat Dermaji. Nama-nama tempat dan sungai, seperti, Cireang, Cukangawi, Cipancur, Citunggul, Cipeundeuy, Cibrewek, dan lain sebagainya menunjukkan adanya pengaruh kuat bahasa Sunda di Desa Dermaji.
Menurut Sobarna, Bahasa Sunda di Desa Dermaji termasuk Bahasa Sunda yang tidak mengenal kasar-halus. Masyarakat Dermaji menyebutnya dengan istilah bahasa Sunda “badeolan”. Beberapa kosa kata bahasa Sunda di Desa Dermaji tidak lagi ditemukan pada pengguna bahasa Sunda yang berada di wilayah Bandung dan sekitarnya (wilayah Priangan), tetapi memiliki banyak kesamaan dengan bahasa Sunda di wilayah Banten.
Cerita lain menyebutkan, sebelum dihuni oleh manusia, Desa Dermaji berwujud hutan belantara yang di dalamnya hidup binatang buas, jin dan siluman. Mbah Damarwulan, Mbah Panusupan, dan Mbah Jayasengara dianggap sebagai para leluhur yang berjasa besar dalam mendirikan Desa Dermaji. Merekalah yang mengusir jin dan siluman jahat sehingga Desa Dermaji dapat dihuni oleh manusia hingga sekarang.
Warga Desa Dermaji juga memiliki leluhur yang dikenal dengan nama Mbah Darmokusumo. Mbah Darmokusumo ini seringkali digambarkan sebagai sosok yang memiliki tingkat kejujuran yang tinggi dan totalitas kepasrahan kepada Sang Illahi. Bagi warga Dermaji, sosok Darmokusumo menjadi sosok yang dibanggakan, karena memiliki banyak keutamaan-keutamaan dalam perilaku. Karena keutamaan-keutamaan perilakunya tersebut, sosok Darmokusumo seringkali dikait-kaitkan dengan asal-usul nama Dermaji. DERMA berarti memberi, AJI berarti sesuatu yang berharga. Nama Dermaji mengandung makna dan semangat untuk selalu memberikan kebaikan terus menerus kepada sesama.
Diceritakan juga, konon, sebelum masuk ke dalam wilayah Kabupaten Banyumas, pada awalnya Desa Dermaji menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Cilacap. Tetapi tidak jelas kapan masa-masa masuk ke dalam wilayah Kabupaten Cilacap dan kapan mulai masuk wilayah Kabupaten Banyumas. Jejak yang bisa ditemukan hanyalah bahwa dari awal adanya Desa Dermaji hingga sekarang, Desa Dermaji telah dipimpin oleh 11 (sebelas) Lurah/Kepala Desa.
Silsilah “Lurah”/Kepala Desa Dermaji
Sisilah Lurah (Kepala Desa) Dermaji ini berdasarkan catatan dari Alm. Mbah Ruswadi (79) – salah satu putra Mbah Singamenggala (Lurah Dermaji 1935-1945). Perlu diketahui, istilah “Lurah” merupakan sebutan untuk jabatan “Kepala Desa” yang lazim digunakan rakyat desa sejak lama. Istilah tersebut kemudian diadopsi oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menyebut pimpinan “Kelurahan”.
Tambakula
Sinden
Djajanegara
Djabung
Naladipa
(dari Pangkalan)
Singamedja
(dari Dermaji)
Atmareja
(Dermaji)
Singa Menggala
Periode : 1935-1945
Hardjosoewito
Periode : 1945-1988
Kuswanto, S.Sos, M.Si.
Periode : 1989-2004
Bayu Setyo Nugroho S.Sos M.Si
2 Periode : 2005-2017