“Desa punya museum ?” itulah ucapan Sofyan (39) penuh penasaran. Seorang sahabat yang sengaja saya ajak berkunjung ke Desa Dermaji, Selasa (22/12/2015). Hal tersebut refleks diucapkan oleh pria asal Cirebon tersebut sesaat setelah bertemu Supriyanto, Perangkat Desa Dermaji yang oleh Kepala Desa Dermaji, Bayu Setyo Nugroho ditugaskan sebagai guide untuk mengeksplorasi seluruh destinasi wisata dan pesona Desa Dermaji lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, saya mengajak beberapa saudara dan kerabat lainya. Ada Ahmad Tijani, S.Pd.I seorang aktivis pendidikan sekaligus pemilik sebuah lembaga pendidikan di Cirebon juga Sahroni, Aris Tobaristan, Nihayah dan Bajuri semuanya adalah guru di sebuah sekolah swasta di Kabupaten Cirebon.
Kedatangan kami beserta rombongan, dalam rangka memenuhi undangan peringatan hari besar Islam oleh tokoh agama setempat, Budi Kastono. Momen tersebut berbarengan dengan hari libur, sehingga saya mengajak beberapa teman untuk ikut ke desa di ujung Kabupaten Banyumas tersebut.
Sesampainya di kediaman Budi Kastono di Grumbul Jemblongan, Nihayah dan Juwita menghilang dari rombongan. Setelah lama saya mencari, ternyata keduanya tengah asyik menikmati keindahan pemandangan sawah yang membentang di sisi bukit dekat Mushola Al Khoiriyah. Mereka berdua menggunakan kesempatan itu untuk foto selfie.
Sebelumnya, dalam perjalanan memasuki wilayah Desa Dermaji, mereka terpesona oleh keindahan Sawah Igir yang sebelumnya hanya dapat kami lihat melalui Portal Desa Dermaji dan Youtube.
Setelah menikmati cimplung, kuliner khas Dermaji, kami berkesempatan mengunjungi museum Desa Dermaji. Kami melihat langsung benda – benda kuno peninggalan masyarakat desa yang terdokumentasikan dengan baik di Museum Naladipa tersebut.
“Belum pernah terfikirkan sebelumnya, ada desa yang sukses melakukan dokumentasi sejarah dengan cara seperti ini. Ini sangat kreatif dan menginspirasi saya”, ujar Aris Tobaristan.
Selepas dari Museum Naladipa, saya mengajak seluruh rombongan melihat langsung curug Wanasuta. Sepanjang perjalanan kami rasakan, keindahan alam yang ada di Desa Dermaji seperti sebuah dongeng. Belum lagi potensi sosial kemasyarakatanya, seperti kesantunan dan semangat gotong royongnya yang terlihat jelas selama kunjungan singkat tersebut.
“Pengalaman yang luar biasa. Kebersamaan, kekeluargaan, saling tolong menolong begitu terasa”, ujar Nihayah.
Kunjungan ke Desa Dermaji menjadi kunjungan yang penuh kesan bagi kami. Pasti kami akan merindukan kembali Desa Dermaji.
“Pin.. kita nggak usah pulang“, pinta Sofyan kepada saya sebelum kami beranjak kembali ke Cirebon.
Sampai bertemu kembali, Dermaji.
Cirebon 24 Desember 2015
Oleh : Muhammad Arifin,
Blogger Cirebon, Staff IT Jingga Media, Mahasiswa STMIK IKMI cirebon, Sekretaris Lembaga Kajian Baitul Muslim Asy Syahadatain (BMA) dan pengelola web www.sedotwc.co.id
Setiap desa memang memiliki pesona yang berbeda, sudah beberapa kali saya ke Dermaji, ternyata masih ada saja pesona baru yang saya lihat dan rasa..
Saya selalu terkagum dg kerja teman2 dermaji…. Inspiratif…. Smart Villages…
nah ini sangat bagus sekali bila desa tidak punya wisata alam bisa membuat wisata buatan seperti musium ini
sudah seringkali mendengar dan membaca tentang desa dermaji. kapan ini bsa meninjau langsung negeri dongeng
Pesona dermaji memang memukau
saya membayangkan kalo desa di seluruh indonesia seperti di Dermaji..yakin kesejahteraan akan terwujud..terus yang namanya RASKIN pastinya tidak akan ada
walopun tempat tinggal saya jauh dari pemerintahan desa dermaji, yang harus naik turun bukit? Tetapi saya bangga menjadi salah satu warga dermaji..
Selamat untuk warga Dermaji, saya dari Tegal akan brandmarch (belajar) kesana kalo diperkenankan
Kesan yang paling terasa adalah ketika wudhu dengan air yang sangat sejuk dan ada manis-manisnya…